CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA)
Pengertian Cara Belajar Siswa Aktif
Pendekatan Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) adalah anutan pembelajaran yang mengarah kepada pengoptimalisasian
pelibatan intelektual-emosional siswa dalam proses pembelajaran, dengan
pelibatan fisik siswa apabila diperlukan.
Menurut T. Raka Joni, CBSA adalah suatu pendekatan, bukan
suatu metode atau teknik mengajar. Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif pada
dasarnya adalah melihat kegiatan belajar sebagai pemberian makna secara
konstruvistik terhadap pengalaman oleh pembelajar dan dengan dituntun azas “tut
wuri handayani” pengendalian kegiatan belajar harus meletakkan dasar bagi
pembentukan prakrsa dan tanggung jawab belajar ke arah belajar sepanjang hayat.
Rasionalisasi Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) dalam Pembelajaran
Penerapan CBSA dalam proses
pembelajaran bertumpu pada sejumlah rasional. Yang terpenting diantaranya ialah
rasional yang berkaitan langsung dengan upaya perwujudan tujuan utuh pendidikan
serta karakteristik manusia masyarakat dan masyarakat masa depan Indonesia yang
dikehendaki.
Secara umum, esensi tujuan pendidikan, menurut T. Raka Joni (1980) adalah
pembentukan manusia yang bukan hanya dapt menyesuaikan diri hidup didalam
masyarakatnya, melainkan labih dari itu, mampu menyumbang bagi penyempurnaan
masyarakat itu sendiri.Dengan penerapan CBSA, siswa diharapakan akan lebih
mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya
secara penuh, menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang
terdapat di sekitarnya, serta siswa diharapkan lebih terlatih untuk berprakarsa,
berpikir secara teratur, kritis, tanggap dan dapat menyelesaikan masalah
sehari-hari, serta lebih terampil dalam menggali, menjelajah, mencari dan
mengembangkan informasi yang bermakna baginya. (Raka Joni, 1992).
Penerapan Pendekatan Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA)
Pendekatan CBSA pada dasarnya
merupakan gagasan konseptual dan bukan merupakan suatu prosedural-konseptual.
a. Prinsip-prinsip dan Rambu-rambu CBSA
Prinsip-prinsip tersebut, menurut T. Raka Joni (1993) ialah
1. penyediaan pijakan dan tuntutan kognitif oleh guru sehingga siswa terbantu
untuk membrikan makna terhadap pengalamn belajarnya,
2. kegiatan belajar-mengajar yang beranekan ragam dari guru,
3. pemberian tugas/kesempatan bagi siswa untuk berbuat langsung guna mengkaji,
berlatih/menghayati isi kurikulum,
4. guru berusaha untuk memenuhi kebutuhan individu siswa
5. guru berupaya melibatkan sebanyak mungkin siswa dalam interaksi
belajar-mengajar,
6. guru mencek pemahaman siswa,
7. guru mengupayakan variasi kegiatan dan suasana belajar dengan penggunaan
berbagai strategi belajar-mengajar,
8. guru mengembangkan berbagai pola interaksi dalam proses belajar-mengajar,
baik antara guru dengan siswa maupun antar siswa,
9. pemantauan intensif dan diikuti dengan pemberian balikan yang spesifik dan
segera.
Yang dimaksud dengan rambu-rambu
CBSA adalah gejala-gejala yang tampak pada perilaku siswa dan guru baik dalam
program maupun proses pembelajaran.
Rambu-rambu yang dimaksud adalah :
1. Kuantitas dan kualitas pengalaman yang membelajarkan
2. Prakarsa dan keberanian siswa dalam mewujudkan minat, keinginan, dan
dorongan-dorongan yang ada pada dirinya
3. Keberanian dan keinginan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran
4. Usaha dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran
5. Keingintahuan yang ada pada diri siswa
6. Rasa lapang dan bebas yang ada pada diri siswa
7. kuantitas dan kualitas uasaha yang dilakukan guru dalam membina dan membina
keaktifan siswa
8. Kualitas guru sebagai inovator dan fasilitator
9. Tingkat sikap guru yang tidak mendominasi dalam proses pembelajaran
10. Kuantitas dan kualitas metode dan media yang dimanfaatkan para guru dalam
proses pembelajaran
11. Keterikatan guru terhadap program pembelajaran
12. Variasi interaksi guru-siswa dalam proses pembelajaran
13. Kegiatan dan kegembiraan siswa dalam belajar
b. Indikator dan Dimensi CBSA
Indikator-indikator tersebut ialah :
1. prakarsa siswa dalam pembelajaran, seperti keberanian mengemukakan pendapat
tanpa diminta,
2. keterlibatan mental siswa dalam pembelajaran, seperti pengiktan diri pada
tugas yang dihadapi, penyelesaian tugas secara tuntas melebihi apa yang
diharapakan,
3. peranan guru lebih ditekankan sebagai fasilitator, pemantau dan pemberi
balikan yang lebih bersifat ulur tangan dari pada campur tangan,
4. belajar eksperiensial (pengalaman langsung),
5. kekayaan variasi metode dan media dalam pembelajaran, dan
6. kualitas dan variasi interaksi dalam pembelajaran, baik antara guru-siswa
maupun antar siswa.
Sementara T. Raka Joni (1985) mengemukakan dimensi di dalam proses
belajar-mengajar yang menentukan kadar keaktivan siswa, yaitu
1. partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan belajar-mengajar,
2. penekanan pada aspek afektif (sikap) dalam pengajaran,
3. partisipasi siswa dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar (terutama
dalam hal interaksi antar siswa),
4. penerimaan guru terhadap perbuatan dan kontribusi siswa yang kurang relevan
atau bahkan sama sekali salah,
5. kekohesivan kelas sebagai kelompok,
6. kebebasan atau kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil
keputusan penting dalam kehidupan di sekolah, dan
7. jumlah waktu yang digunakan untuk menaggulangi masalah pribadi siswa yang
berhubungan dengan pengajaran.
Raka T. Joni mengungkapkan bahwa
sekolah yang ber-CBSA dengan baik mempunyai karakterisitk berikut:
1. Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa,
2. Guru adalah pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar,
3. Tujuan kegiatan tidak hanya untuk sekedar mengejar standar akademis,
4. Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa,
5. Penilaian.
PENDEKATAN
KETERAMPILAN PROSES (PKP)
Pengertian Pendekatan
Keterampilan Proses Pendekatan Keterampilan proses adalah wahana pengembangan
keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari
kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa.
Dimiyati dan Mudjiono (1999) menyimpulkan bahwa :
a. Pendekatan keterampilan proses memberikan kepada siswa pengertian yang tepat
tentang hakikat ilmu pengetahuan. Siswa dapat mengalami rangsangan ilmu
pengetahuan dan dapat lebih baik mengerti fakta dan konsep ilmu pengetahuan.
b. Proses pengajaran yang berlangsung memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan tidak sekedar mendengar cerita atau
penjelasan guru mengenai sesuatu ilmu pemgetahuan. Justru di sisi lain siswa
merasa berbahagia dengan peran aktifnya di dalam proses pengajaran.
c. Pendekatan keterampilan proses mengantarkan siswa untuk belajar ilmu
pengetahuan, baik sebagai proses ataupun sebagai produk ilmu pengetahuan
sekaligus.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendekatan keterampilan proses menekankan
pada upaya membelajarkan siswa bagaimana belajar. Oleh karena itu, hubungan
antara CBSA dan PKP sangat erat dan berinterksi secara timbal balik. Pendekatan
keterampilan proses dapat dikatakan merupakan perwujudan dari upaya
pembelajaran melalui CBSA
Jenis Keterampilan dalam PKP
a. Keterampilan-keterampilan Dasar (Basic Skills)
Keterampilan-keterampilan Dasar terdiri dari :
• Mengamati
• Mengklasifikasikan
• Mengkomunikasikan
• Mengukur
• Memprediksi
• Menyimpulkan
b. Keterampilan-keterampilan Terintegrasi (Integrated Skills)
Keterampilan-keterampilan Terintegrasi terdiri dari :
• Mengenali variabel
• Membuat tabel data
• Membuat grafik
• Menggambarkan hubungan antar variabel
• Mengumpulkan dan mengolah data
• Menganalisis penelitian
• Menyusun hipotesis
• Mendefinisikan variabel
• Bereksperimen
Pada umumnya metode lebih cenderung disebut sebuah pendekatan. Dalam bahasa Inggris
dikenal dengan kata “approach” yang dimaksudnya juga “pendekatan”. Di dalam
kata pendekatan ada unsur psikhis seperti halnya yang ada pada proses belajar
mengajar. Semua guru profesional dituntut terampil mengajar tidak semata-mata
hanya menyajikan materi ajar. Guru dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai
dengan tujuan instruksional. Menguasai dan memahami materi yang akan diajarkan
agar dengan cara demikian pembelajar akan benar-benar memahami apa yang akan
diajarkan. Piaget dan Chomsky berbeda pendapat dalam hal hakikat manusia.
Piaget memandang anak-akalnya-sebagai agen yang aktif dan konstruktif yang
secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus-menerus.
Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa
terhadap bahan yang dipelajari.
CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
aktif terlibat secar fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan
siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotor. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental vang
tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan
aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui proses kognitif
pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip. Konsep CBSA yang dalam
bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL) dapat membantu pengajar
meningkatkan daya kognitif pembelajar. Kadar aktivitas pembelajar masih rendah
dan belum terpogram. Akan tetapi dengan CBSA para pembelajar dapat melatih diri
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan
di rumah tetapi dikerjakan dikelas secara bersama-sama.
2. Dasar-Dasar Pemikiran Pendekatan CBSA
Usaha penerapan dan peningkatan CBSA dalam kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
merupakan usaha “proses pembangkitan kembali” atau proses pemantapan konsep
CBSA yang telah ada. Untuk itu perlu dikaji alasan-alasan kebangkitan kembali
dan usaha peningkatan CBSA dasar dan alasan usaha peningkatan CBSA secara
rasional adalah sebagai berikut:
a. Rasional atau dasar pemikiran dan alasan usaha peningkatan CBSA dapat
ditinjau kembali pada hakikat CBSA dan tujuan pendekatan itu sendiri. Dengan
cara demikian pembelajar dapat diketahui potensi, tendensi dan terbentuknya
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimilikinya. Pada dasarnya dapat
diketahui bahwa baik pembelajar. materi pelajaran, cara penyajian atau disebut
juga pendekatan-pendekatan berkembang. Jadi hampir semua komponen proses
belajar mengajar mengalami perubahan.
Perubahan ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan
secara intelektual, oleh kemauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang
diri pada waktu belajar hendaknya tercipta baik di sekolah maupun di rumah. Bukankah
materi pelajaran itu banyak, bervariasi dan ini akan memotivasi pembelajar
memiliki kebiasaan belalar. Dalam hubungannya dengan CBSA salah satu kompetensi
yang dituntut ialah memiliki kemampuan profesional, mampu memiliki strategi
dengan pendekatan yang tepat.
b. Implikasi mental-intelektual-emosional yang semaksimal mungkin dalam
kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan nilai yang berharga dan gairah
belajar menjadi makin meningkat. Komunikasi dua arah (seperti halnya pada teori
pusaran atau kumparan elektronik) menantang pembelajar berkomunikasi searah
yang kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat melit yang disebut
juga ingin tahu (curionsity) pembelajar dimotivasi oleh aktivitas yang telah
dilakukan. Pengalaman belajar akan memberi kesempatan untuk rnelakukan proses
belajar berikutnya dan akan menimbulkan kreativitas sesuai dengan isi materi
pelajaran.
c. Upaya memperbanyak arah komunikasi dan menerapkan banyak metode, media
secara bervariasi dapat berdampak positif. Cara seperti itu juga akan memberi
peluang memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini
dimaksud balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir tetapi dapat diperoleh
pembelajar dengan segera. Dengan demikian kesalahan-kesalahan dan kekeliruan
dapat segera diperbaiki. Jadi, CBSA memberi alasan untuk dilaksanakan penilaian
secara efektif, secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif
dan tes sumatif.
d. Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan mutu pendidikan di LP’TK (Lembaga
Pendidikan Tenaga Pendidik) maka strategi dengan pendekatan CBSA layak mendapat
prioritas utama. Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar mengajar
menggarisbawahi betapa pentingnya proses belajar mengajar yang tanggung
jawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini materi
pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri,
pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan
kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan
secara praktik.
3. Hakikat Pendekatan CBSA
Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk
secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu
menampilkan potensi itu. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan
pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh
konsep. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan,
siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta
mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti
inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Hakekat dari CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam
kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:
a. Proses asimilasi/pengalaman kognitif, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya
pengetahuan
b. Proses perbuatan/pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya
keterampilan
c. Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya
nilai dan sikap
Walaupun demikian, hakekat CBSA tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan
intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak pada diri siswa yang
memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan kemungkinan yang menyebabkan siswa
itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai
kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional
kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efisien. Dalam
menerapkan konsep CBSA, hakekat CBSA perlu dijabarkan menjadi bagian-bagian
kecil yang dapat kita sebut sebagai prinsip-pninsip CBSA sebagai suatu tingkah
laku konkret yang dapat diamati. Dengan demikian dapat kita lihat tingkah laku
siswa yang muncul dalam suatu kegiatan belajar mengajar.
4. Prinsip-Prinsip Pendekatan CBSA
Prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada
kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa
dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip
CBSA yang nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi subjek didik :
o Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang
ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud
karena memang direncanakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui
diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
o Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan
maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan
suatu proses belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru bersikap demokratis.
o Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat
mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
o Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat
mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
o Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun
termasuk guru.
b. Dimensi Guru
o Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan
serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
o Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
o Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
o Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara serta
tingkat kemampuan masing-masing.
o Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta
penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar yang
merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
c. Dimensi Program
o Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan,
minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting
diperhatikan guru.
o Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas
siswa dalam proses belajar-mengajar.
o Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
d. Dimensi situasi belajar-mengajar
o Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat,
antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
o Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses
belajar-mengajar.
5. Rambu-Rambu Pendekatan CBSA
Yang dimaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah perwujudan prinsip-prinsip CBSA
yang dapat diukur dan rentangan yang paling rendah sampai pada rentangan yang
paling tinggi, yang berguna untuk menentukan tingkat CBSA dan suatu proses
belajar-mengajar. Rambu-rambu tersebut dapat dilihat dari beberapa dimensi.
Rambu-rambu tersebut dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah
suatu proses belajar-mengajar memiliki kadar CBSA yang tinggi atau rendah. Jadi
bukan menentukan ada atau tidak adanya kadar CBSA dalam proses belajar-mengajar.
Bagaimanapun lemahnya seorang guru, namun kadar CBSA itu pasti ada, walaupun
rendah.
a. Berdasarkan pengelompokan siswa
Strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh guru harus disesuaikan dengan
tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses
belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses
belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau
media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok kadang-kadang
lebih efektif.
b. Berdasarkan kecepatan Masing-Masing siswa
Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi
pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka
masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat bagi
mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar sesuai
dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar-mengajar berdasarkan
kecepatan siswa adalah pengajaran modul.
c. Pengelompokan berdasarkan kemampuan
Pengelompokan yang homogin dan didasarkan pada kemampuan siswa. Bila pada
pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus dijadikan
satu kelompok maka hal ini mudah dilaksanakan. Siswa akan mengembangkan
potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman yang hampir sama
tingkat perkembangan intelektualnya.
d. Pengelompokkan berdasarkan persamaan minat
Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok
berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas kesamaan
minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang akan dikerjakan.
e. Berdasarkan domein-domein tujuan
Strategi belajar-mengajar berdasarkan domein/kawasan/ranah tujuan, dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Menurut Benjamin S. Bloom CS, ada tiga domein ialah:
a) Domein kognitif, yang menitik beratkan aspek cipta.
b) Domein afektif, aspek sikap.
c) Dornein psikomotor, untuk aspek gerak.
2) Gagne mengklasifikasi lima macam kemampuan ialah:
a) Keterampilan intelektual.
b) Strategi kognitif.
c) Informasi verbal.
d) Keterampilan motorik.
e) Sikap dan nilai.
CBSA dapat diterapkan dalam setiap proses belajar mengajar. Kadar CBSA dalam
setiap proses belajar mengajar dipengaruhi oleh penggunaan strategi belajar
mengajar yang diperoleh. Dalam mengkaji ke-CBSA-an dan kebermaknaan kegiatan
belajar mengajar, Ausubel mengemukakan dua dimensi, yaitu kebermaknaan bahan
serta proses belajar mengajar dan modus kegiatan belajar mengajar. Ausubel
mengecam pendapat yang menganggap bahwa kegiatan belajar mengajar dengan modus
ekspositorik, misalnya dalam bentuk ceramah mesti kurang bermakna bagi siwa dan
sebaliknya kegiatan belajar mengajar dengan modus discovery dianggap selalu
bermakna secara optimal. Menurutnya kedua dimensi yang dikemukakan adalah
independen, sehingga mungkin saja terjadi pengalaman belajar mengajar dengan
modus ekspositorik sangat bermakna dan sebaliknya mungkin saja terjadi
pengalaman belajar mengajar dengan modus discovery tetapi tanpa sepenuhnya dimengerti
oleh siswa. Yang penting adalah terjadinya asimilasi kognitif pengalaman
belajar itu sendiri oleh siswa.
B. Pendekatan Konsep dalam Pembelajaran Bahasa
Perbuatan belajar ingin menguasai dan memperoleh sistem respons berupa perilaku
yang mengait domein (ranah) kognitif, efektif dan psikomotorik. rincian tujuan
secara operasional akan menentukan strategi, pendekatan dan metode-metode
mengajar atau juga model-model pembelajar dalam pengembangan kegiatan
belajar-mengajar- Berikut ini akan memperlihatkan pendekatan konsep dalam
kegiatan belajar-mengajar.
1. Konsep dan Ciri-ciri Konsep Apakah konsep itu ?
Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiiiki ciri-ciri tertentu yang
sama. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.
Manifestasi (perwujudan) proses kognitif melalui tahap-tahap.
a. Mengklasifikasikan pengalaman untuk menguasai konsep tertentu.
b. Menafsirkan pengalaman dengan jalan menghubungkan konsep yang telah
diketahui untuk menyusun generalisasi.
c.Mengumpulkan informasi untuk menafsirkan pengalaman.
Setiap konsep yang telah diperoleh mempunyai perbedaan isi dan luasnya.
Seseorang yang memiiiki konsep melalui proses yang benar pengalaman dan
pengertiannya aican kuat. Kemampuan membedakan sangat dibutuhkan dalam
penguasaan konsep. Dapat membedakan konsep berarti dapat melihat ciri-ciri
setiap konsep.
2. Ciri-ciri suatu konsep adalah
a. Konsep memiliki gejala-gejala tertentu
b. Konsep diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman laagsung.
c. Konsep berbeda dalam isi dan luasnya.
d. Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan pengalaman-pengalarnan.
e. Konsep yang benar membentuk pengertian.
f. Setiap konsep berbeda dengan melihat ‘ciri-ciri tertentu.
3. Pendekatan Konsep dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Konsep dasar adalah konsep yang diperoleh melalui pengalaman yang benar. Konsep
dasar berkembang melalui bimbingan pendidikan dan proses belajar mengajar.
Contoh : Perkembangan konsep bahasa anak. Dimulai dari suaru-suara yang tak ada
artinya (berceloteh) menjadi suara.huruf, lambat laun menjadi suku kata.
Konsep dimulai dengan memperkenalkan benda konkret, berkembang menjadi simbol
sehingga menjadi abstrak yang berupa ucapan atau tulisan yang mengandung konsep
yang lebih kompleks.
Konsep yang kompleks memerlukan permunculan berulang kali dalam satu pertemuan
dalam kelas, didukung media atau sarana yang tepat.
contoh : Kalau pengajar menjelaskan konsep “mata”, maka pembelajar dapat
memperlihatkan mata mereka secara konkret. Pengajar bertanya. inana matamu ?
Apa gunanya mata. Berapa matamu ? Dan pertanyaan-pertanyaan ini pembelajar
dapat menghubungakan benda konkret dengan fungsinya dan kegiatannya. Semua ini
memunculkan pengalaman baru.
Dalam proses internalisasi suatu konsep perlu diperhatikan dari beberapa hal;
antara lain. Memperkenalkan benda-benda yang semula tak bernama .menjadi
bernama.
-Memperkenalkan unsur benda, sehingga memberi kemungkinan unsur lain.
.Menunjukkan persetujuan dengan membandingkan contoh dan bukan contoh
Contoh : pakaian: kain-kain yang dibuat dan dipakai di badan
bukan contoh : tas, kalung, giwang; barang-barang ini dipakai tetapi bukan
pakaian,.
Oleh karena itu kondisi yang dipertimbangkan dalam kegiatan belajar mengajar
dengan pendekatan konsep adalah
1. Menanti kesiapan belajar, kematangan berpikir sesuai denaan unsur
lingkunean.
2. Mengetengahkan konsep dasar dengan persepsi yang tienar yang mudah
dimengerti.
3. Memperkenalkan konsep yang spesiflk dari pengalaman yang spesifik pula
sampai konsep yang kompleks.
4. Penjelasan perlahan-lahan dari yang konkret sampai ke yang abstrak.
Pengajar menempel kertas bergambar yang ada tulisannya BAJU”. Tulisan di bawah
baju. Pengajar sambil rnenunjuk gambar dan tulisan secara bergantian. Kegiatan
ini diulang ulang dan tekanan pada ucapan (membaca) kata BAJU itu..Pengajar
menunjuk sekali lagi gambar yang telah dikelompokkan. sebagai contoh
gambar : kemeja, blus, kebaya, celana, rok dan lain sebagainya yang
dikelompokkan
dengan gambar tas, sepatu, ikat pinggang, topi dsb. Pengelompokan ini berdasarkan
contoh (sebenarnya) dan berdasarkan bukan contoh (sebagai pelengkap atau yang
berkesan mirip). Pembelajar menganiutidan mencamkan.Pengajar bersama pembelajar
memberi sebuah nama atau istilah. Gambar ini atau
barang yang termasuk baju dan gambar atau barang yang bukan baju tetapi sebagai
pelengkap. Pembelajar secara lisan dapat menyebut dengan nama “BAJU” dan
defmisi
Menurut Jerome Bruner strategi pengolahan informasi perolehan konsep dilakukan
dengan pendekatan konsep secara cermat. Imbauan J. Bruner ialah agar pembelajar
memiliki kemampuan berpikir induktif dan pada pembelajar terbentuk konsep yang
benar. Selain memiliki konsep yang benar juga memiliki konsep yang kuat pada
din pembelajar. Akan tetapi jangan tergesa-gesa mengambil menyimpulkan menjadi simbol.
Dampaknya pembelajar hanya akan meniru yang diucapkan pengajar. Jika konsep
dasar yang dimiliki pembelajar kuat maka dengan mudah ia akan memberi
pengertian sesuai dengan situasi. Dengan proses pembelajaran, proses
bimbingari, proses pendidikan yang kontinyu akhimya konsep-konsep dasar akan
dapat diperhalus. Kedewasaan pembelajar yang makin bertamball dan meningkat,
pengajar dapat mempercepat proses pembentukan konsep dalam pembelajaran.
4) Cara Mempercepat Konsep
a. Contoh dan bukan contoh diharapkan sedapat mungkin dengan kehidupan
sehari-hari.
b. Memberi nama, istilah dan definisi sesuai dengan contoh yang konkret.
c. Menghindari konsep yang tertutup atau yang sulit dipahami oleh pembelajar,
dengan alasan kemampuan berpikir si pembelajar masih sederhana.
d. Memberi kesempatan lebih banyak untuk menghubungkan dengan pengalaman atau
memperoleh pengalaman.
e. Memberi latihan-latihan secara teratur, dan memberi kesempatan untuk
berhasil.
f. Membantu menemukan simbol dalam konsep itu dan menyusunnya dalam suatu kata
atau kalimat yang dapat diterima oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain.
“BAJU”.
3) Tahap Ikonik
a. Pengajar menunjuk tulisan “BAJU”, pembelajar mengucapkan “BAJU”.
b. Pengajar mengucapkan kai., “BAJU”, pembelajar dapat menjelaskan pengertian
“BAJU”.
c. Kalau pengajr menyuruh seorang pembelajar, “Lipatlah baju mil pembelajarpun
akan mengambil salah satu baju dan dilipat. Ini suatu pertanda bahwa pembelajar
telah memiliki konsep.
C.PENDEKATAN CBSA DALAM PEMBELAJARAN
Sejak dulu selalu dibicarakan masalah cara mengajar guru di kelas. Cara
mengajar dipakainya dengan istilah metode mengajar. Metode diartikan cara. Jika
diperhatikan berbagai metode yang dikenal dalam dunia pendidikan atau
pembelajaran dan jumlahnya makin mengembang, maka dipertanyakan apakah metode
itu. Ada beberapa jawaban untuk itu di antaranya, “Cara-cara penyajian bahan
pembelajaran”. Dalam bahasa Inggris disebut “method”. Dalam kata metode
tercakup beberapa faktor seperti, penentuan urutan bahan, penentuan tingkat
kesukaran bahan, dan suatu sistem tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Di
samping istilah metode yang diartikan sebuah “cara” ; bahkan ada yang
menggunakan istilah “model”.
Pada umumnya metode lebih cenderung disebut sebuah pendekatan. Dalam bahasa
Inggris dikenal dengan*kata “approach” yang dimaksudnya juga “pendekatan”. Di
dalam kata pendekatan ada unsur psikhis seperti halnya yang ada pada proses
belajar mengajar. Semua guru profesional dituntut terampil mengajar tidak
semata-mata hanya menyajikan materi ajar. lapun dituntut memiliki pendekatan
mengajar sesuai dengan tujuan instruksional. Menguasai dan memahami materi yang
akan diajarkan agar dengan cara demikian pembelajar akan benar-benar memahami
apa yang akan diajarkan. Piaget dan Chomsky berbeda pendapat dalam hal hakikat
manusia. Piaget memandang anak-akalnya-sebagai agen yang aktif dan konstruktif
yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang
terus-menerus. Keduanya tidak menyukai pendekatan-pendekatan psikologis yang
lebih awal. Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan
mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. Pendekatan CBSA menuntut
keterlibatan mental vang tinggi sehmgga terjadi proses-proses mental yang
berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui
proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip.
A.Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan CBSA ?
Konsep CBSA yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL)
dapat membantu pengajar meningkatkan daya kognitif pembelajar. Kadar aktivitas
pembelajar masih rendah dan belum terpogram. Akan tetapi dengan CBSA para
pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada
mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan dikelas secara
bersama-sama
B. Dasar-Dasar Pemikiran CBSA
Usaha penerapan dan peningkatan CBSA dalam kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
merupakan usaha “proses pembangkitan kembali” atau proses pemantapan konsep
CBSA
yang telah ada. Untuk itu perlu dikaji alasan-alasan kebangkitan kembali dan
usaha
peningkatan CBSA Dasar dan alasan usaha peningkatan CBSA Secara rasional adalah
sebagai berikut:
1. Rasional atau dasar pemikiran dan alasan usaha peningkatan CBSA dapat
ditinjau kembali pada hakikat CBSA dan tujuan pendekatan itu sendiri. Dengan
cara demikian pembelajar dapat diketahui potensi, tendensi dan terbentuknya
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimilikinya. Pada dasarnya dapat
diketahui bahwa baik pembelajar. materi pelajaran, cara penyajian atau disebut
juga pendekatan-pendekatan berkembang. Jadi hampir semua komponen proses
belajar mengajar mengalami perubahan.
Perubahan ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan
secara intelektual, oleh kemauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang
diri pada waktu belajar hendaknya tercipta baik disekolah maupun di rumah.
Bukankah materi pelajaran itu banyak, bervariasi dan ini akan memotivasi
pembelajar memiliki kebiasaan belalar. Dalam bubungannya dengan CBSA salah satu
kompetensi yang dituntut ialah memiliki kemampuan profesional, mampu memiliki
strategi dengan pendekatan yang tepat.
2. Implikasi mental-intelektual-emosional yang semaksimal mungkin dalam
kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan nilai yang berharga dan gairah
belajar menjadi makin meningkat. Komunikasi dua arah (seperti halnya pada teori
pusara atau kumparan elektronik) menantang pembelajar berkomunikasi searah yang
kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat melit yang disebut juga
ingin tahu (curionsity) pembelajar dimotivasi oleh aktivitas yang telah
dilakukan. Pengalaman belajar akan member!
kesempatan untuk rnelakukan proses belajar berikutnya dan akan menimbulkan
kreativitas sesuai deengan isi materi pelajaran
3. Upaya memperbanyak arah komunikasi dan menerapkan banyak metode, media
secara bervariasi dapat berdampak positif. Cara seperti itu juga akan member!
Peluang memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini
dimaksud balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir tetapi dapat diperoleh
pembelajar dengan segera. Dengan demikian kesalahan-kesalahan dan kekeliruan
dapat segera diperbaiki. Jadi, CBSA member! alasan untuk dilaksanakan penilaian
secara efektif, secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif
dan tes sumatif.
4. Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan mutu pendidikan di LP’TK (Lembaga
Pendidikan Tenaga Pendidik) maka strategi dengan pendekatan CBSA layak mendapat
prioritas utama. Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar mengajar
menggarisbawahi betapa pentingnya proses belajar mengajar yang tanggung
jawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini materi
pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri,
pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan
kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan
secara praktik.
BAB III
ANALISIS
A.Beberapa Pengertian Kurikulum
Perkataan kurikulum mulai dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan
sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Istilah kurikulum muncul untuk
pertama kalinya di dalam kamus Webstertahun 1856. Pada tahun itu penggunaan
kurikulum dipakai dalam bidang olahraga, yakni suatu alat yang membawa
seseorang dan start sampai finish. Bam pada tahun 1955 istilah kurikulum
dipakai dalam bidangpendidikan dengan arti sejumlah matapelajaran pada
perguruan tinggi. Di dalam kamus tersebut (Webster), kurikulum diartikan dalam
dua macam, yaitu:
1. sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari murid di sekolah
atau perguruan tinggi untuk memoeroleh ijazah tertentu.
2. sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau
suatu departemen. Pengertian di atas membawa implikasi bahwa proses pendidikan
di sekolah yang termasuk kurikulum hanya mata pelajaran yang ditawarkan untuk
dipelajari murid. Kegiatan belajar selain mempeiajari mata pelajaran tidak
termasuk ke dalam kurikulum. Padahal sebagaimana diketahui bahwa proses
pendidikan di sekolah mencakup berbagai kegiatan yang diarahkan kepada
pembentukan pribadi murid, baik jasmaniah maupun rohaniah. Mempelajari sejumlah
mata pelajaran di sekolah hanya saiah satu segi dan pembentukan kepribadian
itu.
3. Bila ditelusuri temyata istilah kurikulum mempunyai berbagai macam arti,
yaitu:
a. Kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran
b. Kurikulum diartikan sebagai pengalaman belajar yang diperoleh murid dan
sekolah
c. Kurikulum diartikan sebagai rencana belajar murid
Adanya pengertian yang mengatakan bahwa kurikulum tidak lebih dan sekedar
rencana pelajaran di suatu sekolah disebabkan oleh pandangan tradisional.
Menurut pandangan tradisional, sejumlah pelajaran yang harus ditempuh murid di
suatu sekolah ilulah yang merupakan kurikulum, sehingga menimlbulkan kesan
seolah-olah belajar di sekolah hanya sekedar mempelajari bukubuku leks yang
sudah ditentukan sebagai bah an pelajaran.
Kurikulum tradisional membeda-bedakan kegiatan belajar yang termasuk ke dalam
kegiatan kurikulum, kegiatan penyertaan kurikulum dan kegiatan di luar
kurikulum. Kegiatan-kegiatan belajar selain mempelajari sejumlah mata pelajaran
yang sudah ditentukan, bukan termasuk pada kegiatan kurikulum. Bila kegiatan
itu merupakan penunjang atau penyertaan dalam mempelajari suatu mata pelajaran
tertentu dan kurikulum, ini dianggap sebagai kurikulum penyerta (co-cunicular
activities). Contohnya kegiatan praktek kimia, ftsika, atau biologi di
laboratorium; kunjungan ke suatu museum untuk pembelajaran sejarah, dan
sebagainya. Bila kegiatan itu tidak termasuk pelajaran dan juga bukan penyerta,
maka dimasukkan pada kegiatan di luar kurikulum (extracurricular activities),
seperti pramuka, olahraga, dan sebagainya.
Sedangkan menurut pandangan modem, kurikulumlebih dan sekedar rencanapelajaran.
Kurikulum di sini dianggap sebagai sesuatu yang nyata terjadi dalam proses
pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang bersifat aktual
sebagai suatu proses. Dalam pendidikan kegiatan yang dilakukan murid dapat
memben pengalaman belajar, antara lain mulai dari mempelajari sejumlah mata
pelajaran, berkebun, olahraga, pramuka, bahkan pergaulan sesama murid maupun
guru dan petugas sekolah dapat memben pengalaman belajar yang bermanfaat. Semua
pengalaman belajar yang diperoleh dari sekolah itu dipandang sebagai kurikulum.
Atas dasar ini, inti kurikulum sebenarnya adalah pengalaman belajar. Pengalaman
belajar itu banyak kaitannya dengan melakukan berbagai kegiatan, interaksi
sosial di lingkungan sekolah, proses kerja sama dalam kelompok, bahkan
interaksi dengan lingkungan fisik, seperti gedung sekolah, tata ruang sekolah,
murid memperoleh berbagai pengalaman. Dengan demikian pengalaman itu bukan
sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi yang terpenting adalah pengalaman
kehidupan. Semua ini dicakup dalam pengertian kurikulum
B.Antara Kurikulum, Pengajaran dan Buku Teks
Kita tentunya telah mengetahui, bahwa kurikulum menunjukkan semua pengalaman
belajar siswa di sekolah. Atas dasar pandangan tersebut, diperoleh kesan bahwa
sekolah dapat dipandang sebagai miniatur masyarakat, karena di dalam lingkungan
sekolah murid mempelajari segi-segi kehidupan sosial, seperti norma-norma,
nilai-nilai, adat istiadat, gotong-royong atau kerja sama, dan sebagainya.
Semua ini mirip dengan apa yang terjadi di lingkungan masyarakat. Dengan
demikian proses pendidikan dapat diarahkan kepada pembentukan pribadi anak
secara utuh, dan ini dicapai meialui kurikulum sekolah.
Dari kajian di atas ternyata pengertian kurikulum itu sangat luas; yakni
pengalaman belajar murid. Keluasan ini pada akhirnya dapat membingungkan para
guru dalam mengembangkan kurikulum, sehingga akan menyulitkan dalam perencanaan
pengajarannya.
HildaTaba mencoba memandang kurikulum dari sisi lain. Dia menganggap bahwa
suatu kurikulum biasanya terdiri atas tujuan, isi, pola belajar-mengajar, dan evaluasi.
Pandangan Taba tentang kurikulum yang lebih fungsional ini diikuti oleh
tokoh-tokoh lain, diantaranya adalah Ralph W. Tyler. Menurut Tyler, ada
beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam proses pengembangan kurikulum dan
pengajaran, yaitu:
1. Tujuan apa yang ingin dicapai?
2. Pengalaman belajar apa yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan?
3. Bagaimana pengalaman belajar itu diorganisasikan secara efektif
4. Bagaimana menentukan keberhasilan pencapaian tujuan?. Jika kita mengikuti
pandangan Tyler di atas maka pengajaran tidak terbatas hanya pada proses
pengajaran terhadap satu bahan tertentu saja, melainkan dapat pula diterapkan
dalam pengajaran untuk satu bidang studi atau pengajaran di suatu sekolah.
Demikian pula kurikulum, dapat dikembangkan untuk kurikulum suatu sekolah,
kurikulum bidang studi atau pun kurikulum untuk suatu bahan pelajaran tertentu.
Atas dasar pandangan tersebut, kita sebagai guru dapat mengembangkan kurikulum
untuk berbagai tujuan. Namun satu hal perlu dijadikan dasar dalam pengembangan
kurikulum, yaitu bahwa semua keputusan yang dibuat haruslah mempunyai landasan
berpijak yang kokoh. Ini dimaksudkan agar kurikulum yangdibuat dapat menuntun
murid mencapai tujuan jangkapendek yang dapat dijadikan alat untuk mencapai
tujuan pendidikan jangka panjang itu.
Komponen-komponen Kurikulum yaitu:
1. Komponen tujuan
2. Komponen isi
3. Komponen metode proses belajar-mengajar
4. Komponen evaluasi atau penilaian. Komponen Tujuan, yaitu arah atau sasaran
yang hendak dituju oleh proses penyelenggaraan pendidikan. Dalam setiap
kegiatan sepatutnya mempuny ai tujuan, karena tujuan menuntun kepada apa yang
hendak dicapai, atau sebagai gambaran tentang hasil akhir dan suatu kegiatan..
Isi Kurikulum, yaitu pengalaman belajar yang diperoleh murid dari sekolah.
Dalam hal ini murid melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh
pengalaman belajar tersebut. Pengalaman-pengalaman ini dirancang dan
diorganisasikan sedemikian rupa sehingga apa yang diperoleh murid sesuai dengan
tujuan.
Ada beberapa kendala yang sering menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaan
kurikulum di sekolah, yakni guru dalam proses belajar mengajar hanya
menyampaikan materi yang bersifat fakta, tidak bersifat prinsipal. Misalnya
dalam pelajaran matematika, murid hanya belajar tentang langkah-langkah
memecahkan soal. Sedangkan prinsip umum yangberlaku bagi sesuatu bahan tidak
diberikan. Alangkah baiknya jika kepada murid diberikan prinsip umum. Dengan
prinsip umum ini murid diajari untuk memecahkan berbagai persoalan.
Memang tidak mudah untuk menentukan mana yang prinsip, mana yang bersifat
fakta. Untuk itu dalam menentukan isi kurikulum diperlukan keahlian seseorang
dalam sesuatu bidang atau mata pelajaran tertentu. Dengan keahlian itulah dapat
dikaji struktur bahan yang menjadi isi kurikulum. Dalam hal ini tentunya
diperlukan seorang guru yang berkompetensi.
Metode atau Proses Belajar Mengajar yaitu cara murid memperoleh pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan. Metode kurikulum berkenaan dengan proses
pencapaian tujuan sedangkan proses itu sendiri bertalian dengan bagaimana
pengalaman belajar atau isi kurikulum diorganisasikan. Setiap bentuk
yangdigunakan membawadampak terhadap proses memperoleh pengalaman yang
dilaksanakan. Untuk itu perlu ada kriteria pola organisasi kurikulum yang
efektif.
Kriteria dalam merumuskan organisasi kurikulum yang efektif menurut Tyler
adalah:
1.Berkesinambungan (continuity)
2.Berurutan (sequence)
3. Keterpaduan (integration)
1) Berkesinambungan, yaitu adanya pengulangan kembali unsur-unsur utama kurikulum
secara vertikal. Sebagai contoh, jika dalam pelajaran Bahasa pengembangan
keterampilan membaca dipandangsebagai sesuatu yang sangat penting, maka latihan
membaca perlu dilakukan secara terus menerus atau berkesinambungan. Dengan
demikian keterampilan murid dalam membaca dapat berkembang secara efektif
melalui pelajaran di sekolah.
Berurutan, yaitu isi kurikulum diorganisasi dengan cara mengurutkan bahan
pelajaran sesuai dengan tingkat kedalaman atau keluasan yang dimiliki. Sebagai
contoh, keterampilan membaca dengan adanya kurikulum resmi seorang guru
diharapkan dapat merumuskan bahan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan.
Dengan demikian, fungsi kurikulum ialah sebagai pedoman bagi guru dalam
melaksanakan tugasnya sehari-hari disekolah. Kurikulum dan Buku Teks. Bagi para
guru yang setiap hari berkecimpung dalam dunia pendidikan dan pengajaran, akan
terasa benar betapa erat hubungan antara kurikulum dengan buku teks atau buku
pelajaran. Begitu eratnya, terasa hubungan itu saling menunjang antara satu dengan
yang lain.
Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa kurikulum lebih dahulu daripada
buku teks. Dan buku dianggap sebagai sarana penunjang bagi kurikulum tersebut.
Walaupun begitu, tidaklah tertutup samasekali bahwa kurikulum tahirberdasarkan
adanya buku yang dianggap relatif baik untuk dituruti dan diprogramkan dengan
bersistem. Pada hakikafnya, kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan
pendidikan. Sedangkan buku teks adalah sarana belajar yangbiasa digunakan di
sekolah-sekolah untuk menunjangsuatu program pengajaran. Dengan demikian,
antara kurikulum dan buku teks keberadaannya selalu berdekatan dan berkaitan.
Atau dengan perkataan lain, kurikulum itu ibarat resep masakan dan buku teks
adalah bahan-bahan yang dilakukan untuk mengolah masakan tersebut. Dalam hal
ini pengolahan atau juru masaknya adalah guru.
Cara Mengembangkan Kurikulum. Setelah kita mengetahui tentang konsep dan
kedudukan kurikulum dalam pendidikan yang telah diuraikan secara luas, maka
sekarang kita menginjak pada langkah-langkah atau cara mengembangkan kurikulum.
Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan. Rumusan tujuan dibuat berdasarkan analisis terhadap
berbagai tuntutan, kebutuhan dan harapan. Oleh karena itu, tujuan dibuat dengan
mempcrtimbangkan faktor-faktor kebutuhan masyarakat, maupun murid, seperti
kebutuhan masyarakat dan murid di daerah pedesaan.
2. Menentukan isi. Isi kurikulum merupakan materi yang akan diberikan kepada
murid selama mengikuti proses pendidikan atau proses belajar-mengajar. Materi
ini dapat berupa mata-mata pelajaran ataupun masalah-masalah yang berhubungan
dengan kehidupan, yang perlu dipelajari untuk mencapai tujuan.
3. Merumuskan kegiatan belajar-mengajar. Hal ini mencakup penentuan metode dan
keseluruhan proses belajar-mengajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
4. Mengadakan evaluasi. Evaluasi banyak bergantung kepada tujuan yang hendak
dicapai. Hal ini sangat penting dalarn rangka menghasilkan balikan (feedback)
untukmengadakan perbaikan. Oleh karena itu, evaluasi harus dilakukan
terus-menerus, baik terhadap hasil maupun proses belajar.
C. Menjadikan siswa aktif dengan metode KBM yang menarik
Untuk menjadikan siwa aktif dalam kegiatan KBM seorang pengajar harus memiliki
criteria yang baik dalam pembelajaran diantarnya adalh;
1. kurikulum yang baik dan berkualitas
2. .seorang pengajar mempunyai metode yang menarik sehingga siswa mempunya
ketertarikan dalam belajar.
3. siswa dan pengajar mampu mengerti dalam kegiatan KBM, sebagai mana
contonya,kenapa siswa harus belajar?untuk apa?dan mamfaatnya?dan begitu juga
dengan guru,bagaiman ia dapat menjadi guru yang baik dan mampudimengerti oleh
siswa? Jadi seorang guru harus memilik metode pengajaran yang baik dan dinamik
untuk kelangsungan KBM.
BAB VI
KESIMPULAN DAN PENUTUPAN
Mendidik subjek didik untuk membangun dirinya sendiri dan bertanggung jawab
atas pembangunan bangsa dalam dunia dan masyarakat dan terus-menerus berubah
mampu menuntut dia mampu berfikir sendiri.Hal ini perlu memahamidan
memperlakukan tuntutan peningkatan teknologi sains dan teknologi pada suatu
generasi yang sebagian tumbuh di pedesaan ,akan mempunyai dampak pada kehidupan
lama yang sebelumnya belum dialaminya.
Pertumbuhan dan pendidikan sikap yang sesuai diperlukan supaya tekaman –
tekaman hidup sebagai konsekuensi dari perkembangan sains dan teknologi ti9dak
menjerumuskan kita dalam suatu pertumbuhan masyarakat ekonomi yang serba
materialis,konsutif dan individualisti yang meruan dampak peningkatan ekonomi
.apa yang dihasilkan oleh sekolah merupakn persiapan dalam menghadapi tuntutan
jaman dn masa depan yang diakaitakan.untuk itu ,tidak saja ia harus
mengwujudkan potensinya secara alamiah dalam menghadapi masa depan tetapi ia
harus mampu membangun dan menguasai masa depan itu.disini terlekak factor pengembangan
sikap untu sepenuhynya bertanggung jawab terhadap tugasnya(matra afektif)yamg
mewujudkan tekad kecendurungan (tendency) dan kejadian (event) dari masa depan
itu.keterampilan fisik dan mental(matra psikomotorik)dan perolehan
pengetahuan(kognitif)untuk berpikir mandiri diperoleh denga pendekatan
keterampilan prose situ merupakan penyatu kaitan yang
mendalam(interpenetrasi)dari empat matra,yang membuka suasana kondusif yang
ditandai oleh kepekaan intuitif (matra interaktif) terhadap berbagi masalah, sekaligus
menampilkan kreatifitasnya